ETOS KERJA GEMBALA DENGAN YANG DIGEMBALAKAN
DRS. JERRY RUMAHLATU,D.TH
MISSION STATEMENT SEORANG GEMBALA
TETAP MEMPERTAHANKAN DISIPLIN TINGGI DALAM HIDUP DAN KERJA
BERTANGGUNG JAWAB PENUH KEPADA GEMBALA
BERTANGGUNG JAWAB PENUH ATAS YANG DIGEMBALAKAN SEHINGGA TUHAN DIMULIAKAN
I remain to maintain high discipline in life and activity
Responsibly full to superior and hold
Responsibly full to the sub ordinate so God is glorified.
PENDAHULUAN
Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus. (Efesus 4:11-13)
Memperlengkapi adalah sesuatu tugas yang sukar, lebih sukar disbanding dengan penggembalaan. Gembala harus mempelengkapi orang yang digembalakan untuk melayani lebih baik lagi dari dirinya sendiri. Paulus menjelaskan tujuan penggembalaan. Jika para gembala berharap untuk memperlengkapi satu isntitusi, mereka harus memberikan beberapa pemberian tertentu sebagai tanggung jawab sebagai seorang gembala:
Gembala harus CARE (Communication, Affirmation, Recognition, Example)
Gembala harus memperbaiki kelemahan dan meningkatkan kekuatan mereka;
Gembala harus memberikan diri sendiri bagi mereka (waktu, tenaga, dan pusat perhatian)
Gembala harus memberikan kepemilikan atas pelayanan kepada mereka;
Gembala harus menjadi suatu pribadi sumber (keadaan, pelatihan, dukungan, peralatan);
Gembala harus menjelaskan harapan-harapan ke depan;
Gembala harus melenyapkan/menangunglangi beban yang tidak perlu ada;
Gembala harus melihat yang digembalakan melakukan sesuatu yang baik, kemudian memberikan salary kepada mereka atas pekerjaan/pelayanan.
Bagi beberapa orang, tanggung jawab adalah yang termudah diberikan. Tetapi yang sukar bagi beberapa Gembala adalah mengizinkan para Majelis untuk menjaga tanggung jawab setelah diberikan. Dengan tanggung jawab harus ada otoritas.
Winston Churchill berkata dalam sebuah pidato, “Saya adalah pelayan Anda. Anda mempunyai hak untuk menyuruh saya pergi setiap kali Anda menginginkannya. Yang bukan merupakan hak Anda adalah meminta saya memanggul tanggung jawab tanpa otoritas untuk bertindak.”
Sekali tanggung jawab dan otoritas telah diberikan kepada para majelis/penatua, mereka diperkuat untuk mewujudkan segala sesuatu. Tetapi Gembala juga harus memastikan bahwa yang digembalakan sedang mewujudkan hal-hal yang benar. Pada saat itulah kepercayaan muncul.
A. GEMBALA --DIGEMBALAKAN MEMPUNYAI PERANAN KHUSUS
Karena titah raja berkuasa; siapakah yang akan mengatakan kepadanya: “Apakah yang baginda buat?” Siapa yang mematuhi perintah tidak akan mengalami perkara yang mencelakakan, dan hati orang berhikmat mengetahui waktu pengadilan,…… Semua ini telah kulihat dan aku memberi perhatian kepada segala perbuatan yang dilakukan di bawah matahari, ketika orang yang satu menguasai orang yang lain hingga ia celaka. (Pengkotbah 8:4-5,9)
Salomo menjelaskan tentang hubungan kita dengan Gembala kita. Kita harus tunduk kepada mereka, bukan karena tugas tersebut layak menerimanya, melainkan karena tugas tersebut layak diterimanya dan Allah menentukannya. Dan bagaimana dengan para Gembala yang mempunyai otoritas? Salomo juga memberikan peringatan. Jika para Gembala berusaha melaksanakan otoritas tanpa hati seorang hamba, mereka akhirnya akan menyakiti diri sendiri. Dibawah ini dapat dilihat bagaimana peranannya:
1. Gembala:
1.1. Laksanakan otoritas dengan hikmat dan kewaspadaan;
1.2. Akuilah bahwa tidak seorang manusia pun dapat mengendalikan semua kehidupan;
1.3. Gembalah orang lain dengan melayani, bukan memerintah mereka.
2. Yang Digembalakan:
2.1. Tunduk pada otoritas yang diberikan Tuhan;
2.2. Mempercayai Allah untuk memcapai maksud-nya;
2.3. Jangan menyerah atau menjadi terpecah.
B. GEMBALA HARUS MEMPERTAHANKAN DISIPLIN TINGGI
Tetap : yaitu harus selalu berada di tempatnya, tidak berubah (keadaannya, kedudukannya, tidak berpindah-pindah, tidak beranjak; tidak putus-putusnya; selalu; terus-menerus; sudah pasti. (KBBI, 1050: 1996)
Pertahankan : (tahan) tetap keadaannya = kedudukannya; kuat atau sanggup menderita/menanggung sesuatu. Mempertahankan artinya tetap ada dalam situasi apapun dan siap menerima resiko; penderitaan sehingga menjadi kuat dalam pelayanan.
Disiplin: ketaatan/kepatuhan pada peraturan tata tertib yang sudah ada; pendekatan yang mengikuti ketentuan-kententuan yang pasti dan konsisten untuk memperoleh pengertian-pengertian dasar yang menjadi sasaran terhadap ketentuan yang ada. (KBBI hal 237:1996)
Tinggi : sesuatu hal yang mempunyai standar nilai maximal, yang tidak bisa diigangu lagi. (KBBI 1058: 1996)
1. Disiplin : Secara universal maupun khusus : Matius 4:1-11; 14:13,23, Lukas 6:12; Matius 26:36-46.
1.1. Kunci kehidupan disiplin : Richard Foster, merayakan disiplin, mendengarkan adalah suatu disiplin yang tertua di bumi (Your Best Life Now 381:2006)
1.2. Penghalang-penghalan kehidupan disiplin:
1.2.1. Para Domba selalu mengharapkan Gembala untuk berbicara lebih dari apa pun.
1.2.2. Para Gembala telah terlatih untuk berbicara, sehingga mereka cenderung terus bicara.
1.3. Kepentingan kehidupan disiplin:
1.3.1. Kehidupan menyendiri dengan Tuhan yang menggerakkan kita untuk menggapai kebenaran yang bersifat proposional kepada kebenaran yang relasional. Kebenaran relasional adalah kunci kepada kehidupan yang intim dengan Tuhan.
1.3.2.Menyendiri dengan Tuhan/mendengar Tuhan adalah kunci kepada pekerjaan untuk Allah.
2. Dalam hidup dan kerja:
2.1. Kerja adalah aktualisasi diri.
2.2. Aktualisasi diri artinya “pengukapan atau pernyataan diri kita” Kerja bukanlah semata-mata tenaga yang dinilai dengan uang saja tetapi kerja adalah pernyataan kualitas mental dan rohani dari diri kita. Sehingga apa saja yang diaktualisasikan:
2.2.1.Kemampuan kita untuk bekerja dengan penuh tanggung jawab, yaitu bekerja rapih, cepat dan benar. Ada yang bekerja cepat tetapi banyak salahnya, ini hanya membuang waktu.
2.2.2.Kejujuran, factor kejujuran juga menentukan, bahkan untuk pekerjaan tertentu kejujuran menjadi mutlak.
2.2.3.Disiplin, kedisiplinan adalah hal yang diinginkan oleh setiap lembaga, baik disiplin untuk jam masuk dan pulang kerja, disiplin dalam melakukan tugas-tugas dan lain sebagainya.
2.2.4.Kemauan untuk maju, banyak orang yang jika sudah bekerja akan menjadi robot, tidak mau mencari hal-hal baru. Akhirnya tetap berjalan ditempat saja.
3. Tanggung Jawab Penuh Gembala kepada Yang di Gembalakan
3.1 Hubungan Tanggung Jawab Gembala:
3.1.1. Mengedepankan positif thingking kepada Gembala. Yang di Gembalakan harus memiliki prasangka baik dan kepercayaan penuh kepada Gembala.
3.1.2. Buanglah jauh-jauh rasa curiga dan apriori agar kita dapat memberikan penilaian yang jujur dan obyektif kepada Gembala.
3.1.3. Sikap ini akan meniadakan ganjalan psikologis antara yang di gembalakan dengan Gembala.
3.1.4. Obyektivitas akan memberi kita rambu-rambu dalam memandang diri Gembala secara utuh.
3.1.5. Tidak membabi buta dalam mengambil satu tindakan yang salah atau keliru, harus dengan berkepala dingin, menyingkapi semua situasi yang ada.
3.1.6. Sebaliknya kalau kita menjaga jarak terlalu jauh akan mengakibatkan kita bersikap curiga, buruk sangka.
3.1.7.Terlalu patuh akan melemahkan obyektivitas, sehingga kita akan menjadi majelis/sinode yang patuh secara salah dan apriori.
3.1.8. Patuhilah Gembala secra wajar, jangan berlebihan. Jangan sampai ada kesan kita sedang mencari muka.
3.1.9. Kesalahpahan dalam memahami loyalitas juga akan berakibat kurang baik.
3.1.10. Hal ini tidak salah dengan syarat perintah tersebut bersifat positif.
3.1.11. Kenyataan di atas memberikan pemahaman baru bahwa patuh atau loyal kepada Gembala tidak mutlak mematuhinya?
4. Tanggung Jawab Penuh Yang di Gembalakan kepada Gembala
4.1. Patuh kepada setiap Gembala:
4.1.1. Apakah patuh sama artinya dengan menjilat.
4.1.2. Patuh berarti mau melaksanakan seluruh perintah Gembala, sepanjang perintah tersebut tidak bertentangan dengan prosedur dan aturan institusi.
4.1.3. Karena tidak obyektif harus tetap dijaga, siapapun yang menjadi Gembala harus tetap dihormati.
4.1.4. Memang ini tidak dapat dipisahkan dari performa pribadi atasan sendiri, ada yang menawan ada pula yang menjengkelkan.
4.1.5. Tapi apapun perangainya kita harus memberikan hormat kita karena setiap manusia dilahirkan berbeda.
4.1.6. Kita harus membedakan Gembala sebagai pribadi atau sebagai pemimpin.
4.1.7. Mungkin saja karena tabiatnya kurang simpatik sehingga sebagai bawahan agak susah meladeninya.
4.1.8. Bagaimanapun karakternya sepanjang tidak merugikan institusi tidak ada alasan bagi kita untuk tidak patuh dan hormat kepadanya.
4.1.9. Memamng kita harus mengorbankan sedikit ego kita, namanya saja yang di gembalakan sudah pasti harus mau berkorban.
4.2. Hubungan Dengan Yang di Gembalakan:
4.2.1. Seorang Gembala adalah orang yang mampu mengelola Domba-domba dengan sifat-sifat yang beraneka ragam.
4.2.2. Titik tekannya adalah aspek manusiawi, bukan sekedar seorang Gembala yang memerintah Domba-domba.
4.2.3. Tanggungjawab seorang Gembala sebatas menjalankan tugas sesuai dengan prosedur institusi.
4.2.4. Membedakan mana Gembala yang sekedar gembala dan mana gembala yang juga seorang pelayan.
4.2.5. Seorang Gembala yang hanya gembala tidak mau dan tidak merasa bertanggung jawab di luar prosedur institusi.
4.2.6. Seorang Gembala akan berupaya merefleksikan pelayanannya tidak sebatas di kantor gereja, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari.
4.2.7. Dengan kata lain Gembala akan memberikan keteladanan kepada yang digembalakan.
4.2.8. Yang di gembalakan bukan sekadar pekerja upahan, tetapi adalah manusia yang memiliki martabat yang sama.
4.2.9. Yang digembalakan adalah domba yang memiliki hak dan kewajiban sebagai domba.
4.2.10.Sebagai manusia, kedudukan majelis tidak lebih rendah daripada Gembala.
4.2.11.Gembala memiliki harga diri yang tidak seorang pun sama dengannya, termasuk domba-domba itu sendiri yang tidak boleh menginjak-nginjak seorang majelis.
4.2.13.Yang digembalakan harus mengangkat martabatnya sehingga majelis tidak merasa ada ganjalan psikologis kepada Gembala.
4.3. Diharapkan Dari Gembala Kepada Yang Digembalakan:
4.3.1.Kejujuran 4.3.10.Dapat diandalkan
4.3.2.Kesanggupan 4.3.11.Suportif
4.3.4.Melihat Kedepan 4.3.12.Mendorong
4.3.5.Memberi inspirasi 4.3.13.Peduli
4.3.6.Kepandaian 4.3.14.Kerjasama
4.3.7.Pikiran yang fair 4.3.15.Kematangan
4.3.8.Pemikiran yang luas 4.3.16.Ambisi positif.
4.3.9.Imajinatif
5. Penutup
Jika orang benar bertambah, bersukacitalah rakyat, tetapi jika orang fasik memerintah, berkeluhkesalah rakyat….. Dengan keadilan seorang raja menegakkan negerinya, tetapi orang yang memungut banyak pajak meruntuhkannya.. Orang benar mengetahui hak orang lemah, tetapi orang fasik tidak mengertinya….Kalau pemerintah memperhatikan kebohongan, semua pegawainya menjadi fasik….Bila tidak ada wahyu, menjadi leiarlah rakyat. Berbahagialah orang yang berpegang pada hokum. (Amsal 29:4,7,12,18.
Orang mencerminkan Gembalanya. Kita tidak dapat mengharapkan para domba yang digembalakan bertumbuh melampaui Gembala mereka. Kita tidak dapat mengharapkan para majelis/sinode berbeda secara mendasar dari Gembala mereka. Renungkanlah apa yang dikatakan Amsal kepada kita tentang pengaruh Gembala yang baik dan gembala yang buruk. Sikap---Jika gembala yang baik memerintah, rakyat berkeluh kesah; Stabilitas---Jika gembala yang bermoral memerintah, mereka menegakkan keadilan; para gembala yang berkompromi meruntuhkan segala sesuatu; Belas kasihan, Kejujuran, Visi—yang teguh menjaga semua orang di jalurnya; kekacauan memerintah saat visi hilang.
Kiranya setiap gembala dan yang digembalakan baik yang ada di daerah terpencil maupun di kota-kota besar harus berbesar hati, karena dimana saja kita berada tujuan utopinya hanya satu yaitu melayani, dan melayani Dia sang Raja kepala Gereja kita yang akan datang. Solideo Gloria!
Jakarta, 23 Juni 2009.
Drs. Jerry Rumahlatu,D.Th
Rektor Institut Jaffray Jakarta
Senin, 22 Juni 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar